JONI, BOCAH PENAKLUK 'TIANG KEBODOHAN' NTT

''... sa sakit perut. Saya lari, lepas sepatu dan panjat langsung memang. Sa mau, bendera merah putih tetap berkibar''.

Bocah kampung itu bernama lengkap Johanis Gama Marchal Lau. Ia biasa disapa Joni. Usianya baru 14 tahun. Masih sangat 'polos' dan belia. Ia anak bungsu dari kesembilan bersaudara. Orang tuanya adalah bekas pejuang integrasi Timor Timur yang 'memilih setia' menjadi warga negara, pemilik Merah dan Putih.
Joni bersama kedua orang tuanya. "Pahlawan jaman now''

Cerita panjang-lebar bocah kampung ini sudah tersebar luas ke pelosok negeri ini. Ya, keberaniannya menaklukan rasa takut kebanyakan orang, menjadikan ia 'pahlawan' sehari. Penakluk tiang bendera puluhan meter di ujung Tenggara Indonesia. Tanpa takut, gentar, ataupun perasaan iba. "sa mau, bendera merah putih tetap berkibar". Kata-kata yang polos, keluar dari mulut 'pahlawan' cilik ini. Entah ia memikirkan apakah makna kalimat uini dalam atau berarti, tetapi kepolosannya telah mengubah persepsi bangsa tentang 'memaknai' kemerdekaan.

***
Sahabat bloggers, saya juga salah satu anak kampung. Melihat aksi si Joni, kami anak-anak kampung melihatnya sebagai hal yang biasa-biasa saja. Bagaimana tidak, sekitar 20an tahun yang lalu tempat bermain kami itu diatas pohon, kayaknya sama seperti Joni. Bersama sahabat-sahabat se kampung, kami bermain Anjing dan Monyet. Yang berperan sebagai Anjing berada di tanah, ia wajib 'menggonggong' dari satu pohon ke pohon lain, sambil menunggu jatuhnya si Monyet dari pepohonan. Yang berperan menjadi Monyet, harus lihai berlarian dari pohon yang satu ke pohon yang lain. Ia wajib bergelantungan dari dahan yang satu ke dahan yang lain. Semakin ia 'jago' melakukan aksinya, dan ia tidak jatuh, berarti ia pemenangnya. Tetapi yang juara, ditentukan oleh kepiawaian bergelantungan dan 'berlari' dari pohon yang satu ke pohon yang lain.

Aksi Joni bukanlah aksi yang luar biasa. Dimata kami anak-anak kampung, aksinya terbilang 'datar'. Hanya memanjat tiang lurus. Saya membayangkan ia sedang memanjat pohon Pinang. Walaupun pohonnya tinggi, tetapi tekstur batangnya sudah terbiasa dengan tiupan angin kencang. Apalagi bila anak kecil memanjatnya, pohon itu seakan 'sengaja' melengkungkan batangnya kesana-kemari. Seakan mau bergembira ria, bercanda, seakan tertawa dan memang tidak akan mencedarai anak itu. Karena pada hakikinya, anak kampung lebih bersahabat dengan alam. Alam menjadi landasan hidup dan lambang kesejahteraan. Alam juga dalah jati diri, tempat bersemayam karakter anak anak kampung.

***
Ia segera berlari ke arah tiang itu. Ada yang bilang, itu kisah heroiknya. Saya sebagai anak kampung sangat terharu dengan keberanian aksinya itu. "Pohon yang berisikan "buah'' Merah Putih itu harus tetap dijaga. Tidak boleh terganggu. Tidak boleh kacau. Harus berdiri dengan gagah berani. 'Berkibar' di langit yang biru. Tidak boleh ada yang menghalanginya. 

Saya menilai, aksi heroiknya itu sedikit beda dengan kami anak anak kampung lainnya. Karena 'diatraksikan' pada waktu yang tepat. Sebuah hadiah terindah yang ia berikan untuk Indonesia Raya, Negeri yang elok dan perkasa. Ia berhasil mematahkan stigma 'bodoh' yang selama ini disematkan untuk NTT. Bagaimanapun juga, NTT sering berada di barisan bawah rangking skala nasional. Bahkan sekelas menteri Pendidikan pernah mengatakan bahwa NTT bodoh. Dalam pernyataan resminya, Mendikbud mengatakan itu setelah melihat laporan PISA, menyebutkan bahwa kualitas pendidikan RI yang anjlok itui karena mereka mengambil sampel penelitian di NTT. Beliau pernah berujar "saya khawatir, yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswi NTT semua''. 


Senyuman kebahagiaan
Senyum sumringah. "Beta cinta Indonesia"

Aksi heroik Joni mematahkan ungkapan publik yang selalu menyatakan bahwa NTT bodoh dan tidak bisa apa-apa. Joni hanya mau menegaskan bahwa mungkin secara rerata nilai, NTT anjlok. Tetapi anak-anak NTT sedang mengedepankan aspek karakter dan jiwa juang dalam menuntaskan pendidikannya. Dengan segala keterbatasan, menggunakan kemampuat tradisional ala anak kampung, ia berhasil 'mengharumkan' nama NTT. Keberaniannya selalu dikenang, bahwa urusan menjaga bangsa, urusan mencintai tanah air, tidak hanya dilakukan oleh orang-orang pintar, yang tiap hari bergaul dengan internet, gadget, smartphone, game online, dan lain-lain. Tetapi karekter yang kuat, dapat menjadikan kita "pahlawan jaaman now'.

Saya secara sadar selalu berujar pada anak didik saya di sekolah, bahwa nilai itu bukan satu satunya penentu anda nantinya akan hidup baik  di masa depan. Tetapi, karakter yang baik sangat membantu mereka untuk memenangkan hidup; menjalankan dan menerima kebaikan di masa mendatang. Karakter harus diutamakan. Numnero uno!

Karakter Nasionalis, jiwa juang, pemberani, kejujuran, itulah yang "dipentaskan Joni di kampung halamannya. Saat ini banyak 'penghargaan' dan hadiah yang ia terima. Tetapi itu tidak akan berarti apabila ia berhenti hari ini. Masih banyak tiang-tiang ketimpangan yang mesti dipanjat di masa mendatang. Generasi, anak-anak remaja, anak-anak muda NTT harus bisa berani seperti Joni. 'Memanjat' tiang-tiang kemalasan, tiang-tiang kebodohan yang selalu berdiri tegak di NTT. 

Joni, nantinya hanyalah sebuah 'legenda'. Mungkin tidak lagi terulang kejadian seperti itu. Tetapi jiwa Nasionalis untuk beri hadiah bagi bangsanya, adalah prestasi terbesar bangsa. Ya, kerja kita, prestasi bangsa! Patut dinantikan aksi aksi heroik remaja polos dari NTT berikutnya, yang berhasil 'menggemparkan' jagat bangsa ini.

Siapa kita?
INDONESIA




Komentar

  1. Tahniah, Joni. Keberanianmu membawa perubahan nasib yang sungguh tak pernah terbayang sebelumnya.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

TUHAN MERINDUKAN MANUSIA~RINDU YANG BERKECAMUK

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN