TUHAN MERINDUKAN MANUSIA~RINDU YANG BERKECAMUK



Oleh: Rian Seong, S. Pd., MM 

Pagi menjelang fajar, embun mulai bergelantungan, bersiap melakukan tugasnya membasahi tanah untuk sekedar beri ruang kesegaran dan kesejukan bagi makhluk Tuhan, penghuni bumi yang indah ini.

Pagi pagi benar, Tuhan juga bangun dari tidurnya. Ia berdoa sejenak sebelum ke kamar mandi sekedar membasuh muka dan menyikat gigi.

Ia keluar dari kamarnya menuju taman bunga, menyaksikan embun pagi yang selalu setia memberi kesegaran. Sesekali mereka tersenyum. 

Tetapi, embun tau kalau hati Tuhan sedang gundah gulana. Tuhan galau. Ia rindu suasana sebelum sebulan lalu ataupun dua atau seminggu yang lalu.

Tuhan juga berkeliling olahraga sejenak di taman itu. Tapi pagi ini Ia tidak semangat. Gambaran raut wajahnya seperti kelelahan, letih, lesu, dan  memikul beban berat. 

Sungguh perasaan hati Tuhan lagi berkecamuk.

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Seperti biasa, sebelum memulai sarapan, ia selalu bertemu dan berjumpa dengan umat-Nya dari seluruh dunia. Kurang lebih satu jam sepuluh atau dua puluh menitan.

Tuhan selalu senang ketika bertemu dengan umat-Nya. Ia bisa melihat wajah mereka, senyuman manisnya, baju yang baru, jam tangan yang unik, yang paling penting adalah nyanyian nyanyian dan darazan doa merdu dari suara yang saling rindu, suara umat yang setia.

Tapi hari ini sepertinya terasa hampa.
Kursi kursi yang Ia sediakan di rumahnya, dari pilihan kayu mahal dan terbaik, dari olesan cat berbagai warna, kini kosong, lengang, sepi... 

Kursi kursi panjang itu tidak bisa bernyanyi. Kursi kursi kuat itu rapuh menanggung sepi.

Tuhan sendirian di dalam rumah-Nya. Ia sudah menyiapkan masakan yang ranum. Ia menunggu, menunggu, dan terus menunggu...

Saya rindu nyanyian dari lagu lagu para komponis gereja yang selalu berkarya tanpa pedulikan uang.
Saya rindu nyanyian dari lagu lagu yang keluar dari mulut mulut umat yang penuh kerinduan...

Saya juga rindu anak anak kecil untuk sekedar lari lari, berteriak, menangis, dan bermain bungkusan permen di dalam rumahku.

Saya rindu anak anak SEKAMI yang selalu berteriak bila mereka bernyanyi dan berdoa.

Saya rindu umatku yang selalu menitipkan doa di ujung kelopak mata mereka. Air mata doa.Air mata kerinduan. Air mata kedamaian.

"Bapa, aku rindu umatku. Aku butuh mereka. Sembuhkan dunia ini. Ampuni ulah mereka yang menyebabkan situasi rumit ini. Damaikan mereka, Bapa"

Tak sadar, air mata Tuhan jatuh di pipi-Nya. Ia berteriak sekeras-kerasnya. Gema suaranya bersahut sahutan memantul pada dinding Gereja yang kokoh itu. 

Tuhan hatinya rapuh dalam kerinduan.

Kini yang bertamu ke rumahnya hanyalah jiwa jiwa. Tidak banyak. Hanya jiwa jiwa yang benar benar setia.

Tuhan sedih dalam kerinduan...

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN