YANG MULIA, YANG MULAI

mulia
mulai

mulia apa?
mulai apa?

supaya apa?


Saya agak heran-bila menonton televisi-saya sampai memukul jidat berkali-kali. Ada-ada saja tingkah para petinggi, tuan 'yang seharusnya ditiru' di negeri yang raya ini. Bahkan hampir setiap bulan, KPK selalu berhasil 'menjereat' tuan-tuan besar ini. Ya, tentunya bukan jerat milik KPK yang salah, tetapi karena jalan tuan-tuan itu yang 'sengaja' ingin mencari dan masuk ke jerat KPK yang telah lama menanti kedatangan mereka.

Tentang jerat-kalau dihubungkan dengan hama perusak tanaman-memang sengaja dipasang untuk menunggu bahkan sampai mematikan hama itu. Seingat saya, di kampung halaman (belasan tahun lalu) kala musim panen tiba, kami selalu turun ke sawah untuk memasang jerat. Biasanya mencari jalan lebuk* (model jalan kecil bekas hama melintas), dan memasang jerat disana. Karena sudah keasyikan 'mencuri', otomatis setiap hari hama itu melintasi jalur itu. Tanpa beban. Mungkin mereka sambil bersiul-siul, menyanyikan lagu-lagu band jaman sekarang. Atau mungkin berdendang lagu official theme song Asian games 2018, Meraih Bintang, yang dinyanyikan Via Valen. Hehehe....
Eits... ternyata jerat sudah menanti! Jepreeettttt.... Mati kau!

KPK melakukan OTT di Medan (Selasa 28/8). Dan tidak tanggung-tanggung, korban jeratan mereka adalah tuan 'yang mulia', siapa lagi kalau bukan tuan hakim (inisial M) dan 8 orang lainnya. Yah... kalau hakim saja berbuat seperti itu, siapa lagi yang berani menjaga UUD 1945? Siapa lagi yang seharusnya menegakkan Pancasila? kalau bukan tuan-tuan itu. Mungkin dengan label yang mulia, mereka merasa diri hebat dan berpeluang untuk melakukan apa saja. Karena menurut mereka, apa yang mereka kerjakan itu, mulia adanya.

Selai hakim, sebenarnya banyak yang harus kita gelar yang mulia. Misalnya pimpinan DPR (mantan pimpinan, wkwkwk), anggota DPR, para menteri, para Gubernur, Bupati, dan pekerjaan 'terhormat' lainnya. Tetapi kenyataannya mereka selalu mulai untuk melakukan 'kejahatan akut' dengan memakan dan mengunyah apa yang sebenarnya bukan masakan dan makanan mereka. Itulah 'dewa perakus', selalu ingin milik orang lain dengan semena-mena.

Yang mulia-mulia itu selalu memulai. Mulai melakukan tindakan korupsi, kolusi, ataupun nepotisme. Sangat najis dan haram perbuatan itu, tetapi selalu dilakukan. Mungkin mereka selalu meyakini bahwa apa yang mereka lakukan, sangat mulia dimata Tuhan dan sesama.

Sambil nyanyi-nyanyi, lompat-lompat, mereka melewati jalan lebuk. Siul-siul.... dan jepreeeetttt... mati kau, masuk jerat yang dibuat seluruh rakyat Indonesia.


Lu mau lewat diamana lai, kalo yang beking jerat seluruh rakyat Indonesia. 
Lu mati mampos disitu, sonde bisa cari lebuk laen lai. Jepreeettt.....


foto diambil dari kompasiana.com

yang mulia
sebaiknya harus selalu mulai
melakukan kebaikan-kebaikan
semisal kejujuran
keadilan sosial
kedamaian
dan
mulai
ber
to
bat!






ket:

*lebuk: Istilah bahasa mbaen, bahasa etnis yang mendiami locus sekitaran Manggarai bagian Timur, berbatasan dekat dengan Kabupaten Ngada, tepatnya kampung Waerana dan sekitarnya. Lebuk adalah jalan (lorong) kecil diantara semak-semak, bekas dirintis oleh para hama pemakan tanaman, semisal Tikus, Babi hutan, dsb.

Komentar

  1. Thanks for istilah lebuk; jadi tahu saya. Hehehe.

    Btw iya, di negeri ini hukum/UU dibuat/digodok tapi banyak yang melanggarnya justru penggodok. Bahkan ada hakim pun yang mengakui kesalahan mereka dalam suatu kasus yang bebas murni tapi kok bisa banding sampai kasasi. Pokoknya begitulah :D

    BalasHapus
  2. Sy sendiri heran dgn negeri ini. Mereka yg seharusnya jadi panutan ehh malah mereka sendiri yg buat ulah ....
    Masyarikat skrng sudah tdk bodoh. ...

    BalasHapus
  3. Kritis ulasannya pak. Hadirnya unsur etnografi dengan dialek Kupang yang kental. Lengkap dan kerenlah ulasan ini.

    Jika saya boleh berpandang sejenak tentang pernayataan ini;
    yang mulia
    sebaiknya harus selalu mulai
    melakukan kebaikan-kebaikan
    semisal kejujuran
    keadilan sosial
    kedamaian
    dan
    mulai
    ber
    to
    bat!

    Agak pesimis, tetapi puisi inilah yang menjadi semangat saya dalam karya di depan kelas.

    Kepada yang muda kuharapkan
    Atur barisan di pagi hari
    Menuju arah padang bakti

    Jika menelisik ke belakang sesuai dengan kutipan tadi dan sebagai realitas dari pesimis saya ini semacam argumentasinya heheheh,

    Ah apa guna kusesalkan
    Menyesal tua tiada berguna
    Hanya menambah luka sukma

    Ah apa guna kupilih wakil .... hanya berteriak seperti tikus berdasi ...kwkwk
    setiap hari layar kaca dihiasi mereka-mereka. katanya si memperjuangkan aspirasi rakyat, tapi tidak tahu rakyat yang mana yang diperjuangan. Saya hanya guru kampung yang tidak paham tentang politik.

    Jika ada yang sudah kena jerat, saya hanya bilang syukur' bukan syukurin heheh,

    salam hangat pak. ulasannya saya suka karena realitas yang hadir dari kegelisaan hati. Keren..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

TUHAN MERINDUKAN MANUSIA~RINDU YANG BERKECAMUK

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN