Namaku 'Kampanye Damai'

Kemarin saya ditabiskan dengan nama baru. Panggil saja saya 'kampanye damai'. Sebuah nama yang diberi oleh para petinggi bangsa. Ya, mereka yang berkuasa dan bertahta di singgasana bernama ketua ketua parpol. Mereka yang bernama Ka Pe Uh. Mereka yang bernama calon presiden dan wakil presiden. Mereka yang bernama rakyat. 

Saya agak heran, mengapa mereka memberikan saya nama yang mulia itu. Tapi namaku itu hanya berlaku sampai pertengahan, tepatnya belasan April 2019. 

Lho, kalau nama kan harus sampai mati? Tanya cangkir kopi pahit yang sedang asyik bertengger diatas meja kerja saya. 

Namaku kampanye damai. Begitulah mereka meneriaki namaku diatas panggung pementasan teater mereka. Karena mereka pandai berakting, bermain peran, pintar mengolah vocal, kadang bernyanyi andante, maestoso, kadang bertemakan lagu lagu mars yang dibubuhi bumbu crescendo dan decrescendo. 

Mereka pintar menyanyi, memang. Itulah keunggulan mereka. Lihat saja kemarin diatas panggung. Sambil cengangas-cengingis, mereka membaca sabda sabda kudus dari namaku itu. Ada satu dua yang serius. Itu barisan paling depan. Mungkin mereka membawakan canctus firmus. Yang barisan belakangnya adalah koor-nya. Rame, dengan suara yang tanpa teknik tinggi. Intinya mereka bernyanyi. 

Bernyanyi tentang namaku. Sebenarnya tidak usah dibabtis namaku, apabila itu hanya sebatas beberapa bulan saja. Mereka pikir umurku hanya beberapa bulan itu. Setan! Aku mau hidup 1000 tahun lagi di tanah tercinta ini. Aku ingin namaku dinyanyikan oleh rakyat se Indonesia Raya ini. Bukan hanya mereka mereka yang dipanggung itu. 

Asli, suara mereka buruk. Mungkin busuk. Tapi manis menyanyikan sabda sabda namaku. Aku hanya ingin namaku dinyanyikan mereka yang ada di tanah suci. Bukan disana. Tetapi disini. Tanah yang subur. Negeri elok amat ku cinta. Tanah tumpa darah yang mulia. Nyiur melambai disana. 

Jangan panggil namaku kuat kuat, kalau itu hanya untuk beberapa bulan saja. Itu haram namanya. Apalagi untuk tipu tapu belaka.

Saya mau tetap panggil saya, sampai para komponis menemukan lagu baru pengganti narasi sabda ini. Sampai mereka meneriaki namaku dengan tanpa kata. 

Hanya dengungan angin dalam syair melodi dan harmoni. Tak perlu kau teriaki di panggung itu. Tipu muslihat! Cukup kau nyanyi sendiri di depan lilin bercahayakan warna pelangi. 

Untuk damai Indonesia Raya. Kalau luhur tujuanmu. Silahkan panggil namaku. Walau umurku sehari saja. 

Namaku kampanye damai. Jangan kau nyanyi di panggung itu! 

*** 

(Catatan lepas ketika kemarin menonton deklarasi kampanye damai di televisi swasta)



Komentar

  1. Membaca ini, filosofinya dalem ya Pak Rian.

    BalasHapus
  2. Adu pak Reflektif dan kritis sekali...

    Jika saya bilang apa artinya sebuah nama, mungkinkah jawabanya Komisi pemilihan Umum kwkwk, maaf pak hanya bercanda...

    Notes:
    Boleh tu pak masukan RPP, Porta Porsem, silabus dan lain sebagainya siapa tahu bisa menjadi berkat bagi orang lain. salam damai. tetap semangat pak...

    BalasHapus
  3. Kampenya damai tapi tidak sedamai kata manisnya :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

TUHAN MERINDUKAN MANUSIA~RINDU YANG BERKECAMUK

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN