LAGA RINDU - LAGA DAMAI; PESAN FESTIVAL SEPAKBOLA KAMPUNG HALAMAN

(Balada rindu ketika menonton via live streaming
 kompetensi sepakbola di kampung halaman)


Rindu akan kampung halaman sedikit terobati ketika asyik menonton 'siaran langsung' dari laman Facebook adik saya; Ino Sengkang, yang menayangkan kompetisi sepakbola di kampung halaman. Apalagi itu laga final, dan salah satu team yang sedang 'bertempur' berasal dari kampung saya.

Seperti menghempaskan saya kembali ke masa itu. Saat asyik memadu si kulit bundar, agar tak masuk ke gawang. Tak peduli  panas. Tak peduli itu hujan. Tak peduli lapangan bebatuan, berlubang, dan miring kiri kanan. Juga tak peduli bermandikan lumpur bak di petak sawah. Lari sana. Lari sini. Intinya jadi 'pemain bola'.

Oh ya, bagi yang pernah menikmati uniknya 'stadion' sepakbola di kampung kami, tepat di pusat Paroki Khabar Gembira Waerana - Manggarai Timur - Flores NTT, pasti tau kisah manis campur haru bermain di lapangan itu.

Manisnya, pertandingan itu bisa disaksikan oleh keluarga, ataupun orang orang spesial. Maklum, bagi anak kampung kami, terkadang ajang sepakbola bisa jadi ajang mencari pacar alias jodoh. Mereka meyakini bahwa kecerdasan, kecerdikan, dan keuletan mengolah si kulit bundar di lapangan, itu menjadi daya tarik tersendiri bagi para 'pengagum'.

Kisah harunya, salah satunya adalah susah menebak arah datang atau arah jatuh dan pantulnya bola. Bayangkan saja, sudah berpuluh tahun, arah jatuh dan pantulnya bola turut suka dan kemauan lubang lubang atau bebatuan ataupun juga bentuk tanah di lapangan itu. Selain tertawa, perasaan yang harus timbul adalah haru. Haru pada bentuk lapangan. Haru pada nasib bola yang terombang ambing. Haru pada ekspresi kebingungan kiper yang salah menangkap katak pada kubangan lumpur di depan posisinya.

Tapi, asiknya, bahwa semua itu membuat bahagia. Karena kompetisi sepakbola adalah salah satu hiburan terbesar di kampung halaman, selain pesta sekolah dan jenis pesta lainnya. Setelah bermain bola, semua pasti senang. Walau ada yang pulang ke rumah dengan susah, tapi hari itu mampu mengobati kepenatan waktu yang sering datang berhamba pada musim.

Laga Rindu



Kerinduan apa yang dilahirkan setelah menonton via live streaming kompetensi sepakbola di kampung halaman? Saya rasa pertanyaan ini mudah dijawab oleh para perantau. Seperti saya, ada sejuta kenangan yang bisa diajak untuk merindu bersama. Bukan hanya rindu rupa rindu suara, tapi selebihnya adalah rindu pada kehidupan utuh di kampung halaman.

Lewat layar kaca smartphone terpampang jelas aroma situasi beberapa tahun silam, ketika pernah ada di sana. Melihat alamnya, lingkungan, bangunan sekolah di pinggir lapangan, seakan memanggil kami kembali untuk bermesraan dengan kehangatan saat itu, bercanda bersama di samping gereja tua.

Sejenak, sejuta kenangan masa remaja terlintas benderang di dalam angan.
Ini bahagianya ketika mempunyai waktu untuk sekedar merindu. Syukur karena kemajuan teknologi pada laman Facebook sudah membantu, tidak ada alasan untuk jauh dari kampung halaman. Karena ketika rasa (rindu) itu ada, sepintas itu pula segenap kehidupan pada jiwa dan raga, di sini, kini, ada di sana, di samping gereja tua.

Laga Damai

Selain pesan tentang kerinduan, kompetisi sepakbola di kampung menawarkan pesan kedamaian. Baik untuk para pemain (sepakbola), maupun bagi para penonton. Apa pentingnya?

Salah satu tantangan terberat dari bermain sepakbola di kampung adalah memanajemen emosi agar bisa mengendalikan diri dengan baik.
Terkadang banyak yang suka usil untuk mengacaukan turnamen yang sedang berlangsung. Terkadang ada yang mau 'tunjuk jago' (sok jagoan), mencari ring tinju ataupun area pencak silat di dalam lapangan. Bukan hanya pemain, penontonnya pun ikut numpang 'tidak beradab', melanggar sila ke dua Pancasila.

Bila bisa memanjemen diri dengan baik, otomatis karakter positif akan terlahir.
Bermain sepakbola dengan karakter yang baik, akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang benar benar disebut manusia. Punya akal dan budi. Beda dengan makhluk yang lain. Sangat berbeda.

Pesan perdamaian akan lahir dari manusia manusia (penonton dan pemain sepakbola) yang mempunyai karakter baik, semisal pemaaf, tenggang rasa, disiplin, rela berkorban, tidak menghakimi, ataupun berusaha mengalah untuk menang. Susah memang. Bukan tidak bisa. Tapi lingkungan juga membantu untuk membuat berbisa, seperti ular yang licik dan siap memangsa. Padahal, satu kampung ini adalah keluarga adanya.
Lingkungan harus berkontribusi baik. Bayangkan jika pergi menonton atau bermain sepakbola dengan pengaruh (bau) alkohol? Kaki lawan disangka bola. Sikaaat. Sepak. Dan kekacauan terjadi.

Memang di kampung saya jarang terjadi hal seperti ini. Mungkin di kampung tetangga jauh masih ada. Iya to? Atau? Mudah mudahan dulu saja, sekarang kan sudah maju teknologi dan peradaban manusianya. Pasti baik. Baik baik e...

Festival Sepakbola vs Kompetisi Sepakbola

Kata Festival, berasal dari bahasa Latin, darikata dasar "festa" atau pesta dalam bahasa Indonesia. Atau juga bisa diartikan dengan hari atau pekan gembira dalam rangka peringatan peristiwa penting atau bersejarah, atau pesta rakyat. Sering pula disalah artikan dengan kata sayembara atau kompetisi (https://id.m.wikipedia.org).

Pengertian ini sebenarnya sangat jelas membawa pesan bahwa sepakbola sebaiknya dijadikan sebuah festival, jauh lebih berharga dari sekedar kompetisi.

Festival adalah pesta. Pesta untuk bahagia, bukan? Di dalam tempat pesta semuanya pasti bahagia. Cerah. Ceria. Berdansa ria. Mencari kesenangan hidup untuk mengatasi kepenatan hidup. Tidak ada pesta yang punya tujuan untuk berakhir sedih ataupun berakhir di kantor polisi. Itu namanya kecelakaan, sial, dan harus dibersihkan (disapu) dan dibuang jauh-jauh ke tong sampah kemalangan.

Bila sepakbola dijadikan pesta, maka, juara ataupun tidak juara, itu menjadi tidak penting lagi.

Yang benar benar berkarakter baik; mempersiapkan diri dan memanjemen diri serta team, otomatis juara.

Yang hanya mau merusaki pesta, sepandai-pandainya tupai melompat, sekali kelak akan jatuh juga.

Bagi kampung saya yang juara hari ini, penantian panjang tentunya terobati. Bukan tentang juaranya, tapi tentang bagaimana menang memanajemen team dan mengendalikan diri. Sabar dalam penantian. Tekun. Memanfaatkan peluang, otomatis juara. Sesederhana itu endingnya.

Lupakan angkatan kami dulu yang jadi lumbung gol dari semua team lawan. Kalau bukan 3 kali, bisa sampai 5 kali saya memungut bola dari gawang. Sedih. Tapi kami tetap bahagia karena dulu sudah terpatri dalam diri bahwa sepakbola adalah sebuah festival, untuk kegembiraan bersama.
Apakah hari ini kalian bahagia? Mudah mudahan itu dijadikan refleksi untuk terus berkarakter, jadi manusia juara dari hati, dari pikiran, dan dari tingkah laku.
Siapa tau nanti bisa masuk Timnas Indonesia. Siapa tau.... Hehehe 🤓😎
Siapa yg memberi, Ia pasti memberi dari apa yang dimilikinya...


*Marianus Seong Ndewi, S. Pd., MM

Pegiat Seni. Guru Seni Budaya di SMA NEGERI 4 Kupang. Aktif di Komunitas Secangkir Kopi Kupang.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

LULUS YANG BAHAGIA WALAU HATI MENANGIS

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN