LULUS YANG BAHAGIA WALAU HATI MENANGIS




Mungkin lebih baik begini
Menyendiri di sudut kota ini
Kututup pintu hati
Untuk semua cinta
Walau batin ini menangis

Jangan datang atau titip salam
Hanya menambah luka di hatiku
Hapuslah namaku, hapuslah semua
Kisah-kasih yang pernah ada

Lantunan syair di atas merupakan serpihan lagu "Walau Hati Menangis" karya Pence Pondang. Bagi generasi Z saat ini, lagu ini sangat asing. Saya menemukan inspirasi untuk membuat tulisan khusus untuk ikut merayakan kelulusan para peserta didik ku di SMA N 4 Kupang dan juga di seluruh tanah air. 

Bagaimana tidak, perayaan kelulusan kali ini dirayakan dengan beragam model yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Bukan soal harus coret coret, bukan soal harus pawai motor, bukan soal harus ke gerbang sekolah, bukan soal harus ke rumah teman, bukan soal harus ke pinggir pantai, bukan soal bukan soal lainnya. Kali ini benar benar aneh. Tapi, bagi sebagian orang, merayakan model kelulusan seperti ini adalah yang direncanakan. 

Merayakan dalam keadaan yang serba biasa biasa saja. Seperti bernyanyi sebuah lagu kesukaan, bernyanyi kuat kuat, tetapi hanya dalam hati saja, sambil menari nari tetapi dalam diam. Sambil lompat lompat tetapi dalam keadaan duduk santai. Bagaimana model perayaan seperti itu?

Sekali lagi, situasi wabah Covid-19 membawa suasana lain. Dunia dibantu untuk segera cari model lain untuk merayakan atau menjalankan sebuah kehidupan.

Para siswa kelas XII yang baru merayakan kelulusan juga dipaksakan untuk mencari model lain untuk merayakannya. Apakah perayaan saat ini adalah bentuk model yang lain itu?

Memang, sebenarnya yang mesti dirayakan adalah lepasnya suasana genting selama pekan ujian. Merayakan ujian yang menguras banyak keringat dan strategi. Merayakan suasana batin yang berkecamuk menjelang detik-detik ujian. Karena tidak tanggung tanggung, standar kelulusan benar benar dinaikkan agar peserta didik lebih kuat lagi dalam belajar. Kuat, kah? Hehehe...

Teringat dulu di kampung halaman bagaimana situasi menjelang pekan ujian itu. Yang paling menarik adalah para anak anak kampung lebih sibuk siapkan lampu pelita yang baru, dari kaleng atau botol yang baru. Sumbu pelita yang baru. Dan tentunya minyak tanah sebagai mesinnya.
Mengapa tidak siapkan untuk belajar? Padahal saat itu standar kelulusan lebih jahat dari yang sekarang.

Pelita yang baru itu semacam sebagai senjata untuk kami bangun tiap pagi. Selain untuk siapkan sarapan, sejam di pagi hari cukup untuk sekedar melihat kembali materi pelajaran. Untuk belajar tekun? Tidak. Baca baca saja. Mengulang saja. Karena tiap hari ada waktu untuk belajar. Tidak tunggu ujian. Asyik, bukan?.

Lalu, mengapa pelita harus baru? Cahaya pelita yang baru itu akan bersih. Tidak hitam. Asapnya pun bersih. Kalau asapnya hitam, sebenarnya kenangannya juga lebih menarik. Tetapi, kadang menyakitkan 😁

Bagaimana orang orang kampung merayakan kelulusan? Modelnya seperti saat ini. Sekarang. Tidak ada yang jalan jalan naik motor. Tidak ada yang coret coret. Tidak ada yang ke rumah teman. Tidak ada yang kumpul kumpul. Tidak ada yang sekedar cuci mata di halte bus. Tidak ada yang huru hara. Ya, seperti saat ini. Hari ini. Pokoknya sama persis.

Sepulang mendengar berita kelulusan, hanya diam di rumah. Bahkan ada yang langsung ke kebun. Mungkin rayakan di sana. Dengan jagung goreng, campur daun kacang dan daun pepaya mentah. Lauknya sambal ikan kering + jeruk nipis. Minumnya mungkin segelas moke putih atau air mentah yang langsung diambil dari mata air di bawah akar kayu hutan.

Seperti itu saja. Biasa biasa saja. Santai saja.

Pulang ke rumah hanya doa yang terus dipanjatkan pada yang kuasa untuk siap menempuh ujian ujian hidup selanjutnya.
Hari ini, anak anak SMA se Indonesia Raya diajak untuk sama sama merasakan model perayaan ujian anak anak di kampung. Atau anak anak di kota yang memang selama ini seperti ini saja model perayaannya.

Karena terkadang lari lari motor menimbulkan kecelakaan. Minum minuman keras menimbulkan sakit penyakit.

Atau yang lebih kejam mencoret seragam sekolah yang dibeli dengan harga diri hutang keringat dan darah orang tua, bisa saja kalian mencoret wajah orang tua mu...

Hari ini, mungkin lebih baik menyendiri. Di sudut kota, di pinggir hati. Tutup semua cinta untuk semua hati. Rayakan dengan diri sendiri. Hanya sendiri. Ganti coret coret dengan menuliskan satu harapan. Ditaruh di kaki Tuhan.

Batin pasti menangis karena Ingat sejuta kenangan. Bersama teman sebangku. Bersama sahabat se kelas. Bersama kawan yang saat bersekolah memang sangat dekat, saling membantu.

Batin menangis karena ingat kenangan kegiatan sekolah yang menguras banyak kenangan akan perpisahannya. Tugas sekolah yang rumit. Kawan kelas yang selalu bikin ulah.

Batin menangis karena ingat sejumlah prestasi yang telah diraih bersama teman lainnya dan guru pendamping. Prestasi yang sebelumnya anda tidak menyangka bahwa kalian sudah bisa sampai di titik itu. Prestasi yang buat anda bangga diantara teman teman lainnya. Prestasi kehidupan. Bangga!



Batin menangis karena ingat kenangan di kantin sekolah yang selalu memupuk banyak kisah dan cerita. Tempat sempit yang dijadikan alasan untuk bertemu kekasih hati atau sahabat terbaik.

Batin menangis karena ingat sejumlah kenakalan yang menyebabkan ditegur atau ditempeleng guru gurunya. Kenangan di perpustakaan sekolah, lapangan upacara bendera, di bawah pohon rindang. Oh, semacam pilu yang dibungkus rindu!

Mungkin juga batin menangis karena ingat kenangan dengan guru yang selama ini ikut menopang masa depannya. Guru yang mungkin sekedar menemani menghabiskan secangkir kopi di kantin sekolah. Guru yang mungkin berikan sekeping uang untuk sekedar belikan es teh pelepas dahaga. Guru yang ikut berprestasi bersama. Guru yang penuh cinta. Guru yang peduli. Ya, banyak guru yang menginspirasi untuk masa depan. Guru kehidupan.

Ataukah batin menangis karena ingat semua aroma kehidupan yang dijalankan selama 3 tahun di bangku SMA?
Sebaiknya, walau batin menangis, tetapi mata harus tetap melihat kenangan indah sebagai satu pelajaran kehidupan.



Hari ini semuanya berakhir. 

Tapi sebaliknya, ini juga awal. Untuk siap strategi baru menatap masa depan, bersama orang tua dan keluarga. Itu yang terbaik. Mereka guru kehidupan di rumah.
Rayakan dengan sebatang lilin. Rayakan dalam suasana redup di ruang keluarga. Doa, cerita, dan tertawa di rumah adalah model perayaan kelulusan yang paling romantis. Kelak, aroma kenangan itu lebih kuat dari sekedar 3 tahun di bangku sekolah.

Selamat atas kelulusannya!

Kepingan kepingan doa yang berserakan di ruang kehidupan selalu didarazkan bapak ibu guru mu yang turut merayakan kehilangan. Hilang kenangan bersama. Hilang sosok sosok yang selalu beri inspirasi.

Saling berdoa dalam kerinduan adalah cara terbaik untuk rayakan hari ini.

Jangan ada yang disesali hari ini. Semua kenangan akan berbuah. Hapus air mata di pipi. Itu rapuh. Angkat hati dan muka mu untuk rayakan semua kenangan kehidupan. Dunia gampang berubah. Yang tidak akan pernah berubah adalah harapan! Dia ada terus menerus.

Salam cium peluk dari bapak ibu guru mu. Kami merindukan kalian!

Kita sudah lulus bersama. Bukan hanya kalian yang ingin merayakan. Kami juga mau merayakannya. Walau sebenarnya batin ini menangis...

Selesailah sudah, kawan. Mungkin perlu untuk esok buatkan pelita?

Penulis: Rian Seong, S. PD., M.M. 
(Guru seni budaya SMA N 4 KUPANG)






Komentar

  1. Sedih pak ��
    Semoga walaupun keadaannya seperti ini, tapi teman2 tahun ini bisa menjadi pelita bagi banyak orang nanti ����

    Terimakasih Pak Guru yang selalu mengerti perasaan anak2.

    Saya merasa sangat terharu, karena saya pernah ada diposisi sebagai seorang siswa. Tetapi saya lebih terharu karena diantara begitu banyak guru, ada satu guru yang hidup didalam jiwa para siswa.

    Entah yang lain merasakannya seperti apa. Tetapi satu hal yang saya rasakan setelah membaca blog ini, saya ingin walaupun nanti saya tidak menjadi seorang guru yang akan mengajar generasi2 yang akan datang, tatapi saya berharap menjadi apapun saya dikedepan harinya saya hanya ingin tinggal didalam jiwa orang2 yang ada disekitar saya, untuk selalu menguatkan dan berbagi Kasih.

    Sekali lagi terimakasih pak guru, sudah menostalgiakan saya.

    Saya rindu ��

    BalasHapus
  2. Terima kasih banyak Pak Guru. Saya baru pertama kali berkunjung ke Blog ini. Semoga sehat selalu dan ditunggu racikan tulisan lainnya yang menyentuh dan menginspirasi.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

TUHAN MERINDUKAN MANUSIA~RINDU YANG BERKECAMUK

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN