INTERPRETASI TIAP BIRAMA LAGU SKB 4 MENTERI (MBS Untuk New Normal Pendidikan)



 


Oleh
Marianus Seong Ndewi, S. Pd., MM
Guru Seni Budaya SMA N 4 KUPANG-
aktif di komunitas Secangkir Kopi Kupang

            Banyak kebijakan yang dikeluarkan lintas kementrian, terutama untuk percepatan penanganan peliknya polemik inveksi corona virus di Indonesia. Bahkan kebijakan itu semacam berlomba-lomba untuk menjadi pelindung warga negara, baik untuk memperbaiki sector politik, ekonomi, social, budaya, kemanan, dan sampai pada sector pendidikan. Pun akhirnya juga masuk ke ranah kepentingan politik pendidikan, ekonomi pendidikan, social dan budaya pendidikan, hingga kemanan (dan kenyamanan) penyelenggaraan di tingkat satuan pendidikan.
            Tanggal 15 Juni 2020, Indonesia memasuki babak baru atau tatanan baru yang diistilahkan dengan new normal, sebagai titik balik penyesuaian setelah open lockdown, yang berhasil memebebaskan seluruh waga negara Indonesia, 3 bulan lamanya dari penjara ‘di rumah saja’. Tak ketinggalan euforianya, sore harinya, lewat tayangan live streaming pada chanal YouTube milik KEMENDIKBUD RI, dipaparkan bersama Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri, diantaranya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Dalam Negeri dengan judul suratnya “Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru Di Masa Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19). Surat ini berlaku ketat untuk masing-masing zona, mulai dari zona merah, oranye, kuning, dan hijau, dengan beragam kebijakan yang berbeda.
            Tanggung jawab terbesar saat ini adalah berkaitan dengan kemampuan interpretasi semua kepala, mulai dari kepala daerah hingga kepala-kepala pada satuan pendidikan. Sepertinya keempat menteri ini sudah menyiapkan semacam ritme dasar lagu, yang telah dikembangkan menjadi motif-motif lagu untuk mengisi birama-birama yang telah disediakan, setelahnya dilanjutkan dengan pemilihan melodi dan akor oleh ‘para kepala’ untuk menunjang kesempurnaan lagu tersebut.
            Tentunya pemilihan melodi dan akor bukanlah perkara yang mudah, selain mempertimbangkan kemauan ritme dan motif dasar lagu, juga dibutuhkan kepekaan untuk berkreasi mengisi dinamika dan pertimbangan tempo lagu supaya lagu tersebut benar-benar kelihatan menarik. Apakah pertimbangan melodi pada tangga nada mayor, ataukah minor, yang bepengaruh pada pemilihan akor tonika, dominn, atau pun akor subdominant. Intinya, lagu yang menarik dan berhasil pastinya sesuai dengan kaidah ilmu dan rasa musical, sehingga dapat berkontribusi untuk  dinyanyikan pada masing-masing zona sebagai audiensnya.

Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

            Menurut Arikunto (1999), Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah penataan sistem pendidikan yang memberikan keleluasaan penuh kepada kepala sekolah, atas kesiapan seluruh staf sekolah, untuk memanfaatkan semua sumber dan fasilitas belajar yang ada untuk menyelenggarakan pendidikan bagi siswa serta memiliki akuntabilitas atas segala tindakan tersebut. Tujuan utama penerapan manajemen berbasis sekolah adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan meningkatkan relevansi pendidikan di sekolah, dengan adanya wewenang yang lebih besar dan lebih luas bagi sekolah untuk mengelola urusannya sendiri (Subakir dan Sapari, 2001).
Gonjang-ganjing penerapan MBS di Indonesia memang kurang disadari oleh semua satuan pendidikan. Padahal dasar hukumnya sangat jelas, yakni UU No 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1; pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikanmen mengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah. Namun terkesan yang berjalan selama ini adalah tingkatan satuan pendidikan selalu menunggu, menunggu, dan terus menunggu instruksi dinas ataupun semacam kebijakan baru dari kementerian terkait. Padahal negara dalam hal ini pemerintah telah memberikan ‘kebebasan’ para kepala, mulai dari kepala daerah hingga kepala-kepala di satuan pendidikan. Bahkan terkesan ada ketakutan untuk menginterpretasi tiap butir butir kebijakan. Ini level yang paling sadis dan menyedihkan. Bagaimana bisa ciptakan lagu yang indah? Sapa mo help?
Pada pembukaan tatanan baru atau new normal saat ini, pemerintah melalui SKB 4 Menteri, memberikan semacam kebebasan baru untuk tingkat satuan pendidikan, mulai dari dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi, untuk bisa menginterpretasi butir-butir kebiajakan ini. Tak canggung-canggung menteri pendidikan, Nadiem Makarim, menginstruksikan bahwa penggunaan anggaran pada dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dapat ‘dialihkan’ dari ketentuan petunjuk teknis (juknis) yang lama, dengan interpretasi baru masing-masing tingkan satuan pendidikan, sesuai kebutuhan kegiatan pembelajaran sampai pada pemanfaatan penyedian alat dan bahan penunjang protokoler kesehatan. Pesannya sederhana, yakni harus diikuti dengan bukti yang autentik bahwa anggaran itu digunakan tepat sasaran untuk keperluan situasi tatanan baru di lingkungan pendidikan.

Interpretasi Pendidikan Era New Normal
           
            Mencermati data covid19.go.id  per 15 Juni 2020, menerangkan bahwa ada sebanyak 94% peserta didik di Indonesia berada pada zona merah, oranye, dan kuning (dalam 429 Kab./Kota), sedangkan 6% peserta didik berada di zona hijau (dalam 85 Kab./ Kota). Tentunya ada harapan baik untuk sekolah yang berada di zona hijau. Namun tentunya punya kekwatiran ekstra terpapar inveksi corona virus. Lantas, bagaimanakah nasib 94% peserta didik lainnya? Selain berpikir keras untuk menjaga imun tubuh ataupun menaati protokoler kesehatan, tetapi masalah lain semacam tidak tersedianya akses internet, ketiadaan laptop ataupun smart phone, televise, ataupun listrik, adalah hal yang benar-benar serius untuk (sebenarnya) diperhatikan. Bagaimana solusi belajar (sekolah)  di (dari) rumah bila menemui hal teknis yang sebelum corona virus sudah melanda Indonesia sejak belasan bahkan puluhan tahun silam? Ternyata banyak peserta didik yang belum merdeka belajar. Akan kelihatan sangat paradoksal bila menjawab spirit merdeka belajar ala mas menteri pendidikan dan kebudayaan saat ini.
            Nah, interpretasi kebijakan anggaran dana BOS kira-kira jadi salah satu solusinya. Itu pun ketika kita masih berpikiran tentang kebutuhan keamanan dan kenyaman peserta didik. Bagaimanakah dengan guru? Satuan pendidikan bisa menemukan masalah dan solusi lain dengan menggunakan analisis SWOT. Hal ini tentunya bisa di-manage oleh tiap-tiap kepala.
Begitulah kira-kira jika ingin meneruskan konsep lagu, ketika ritme dan motif dasar sudah dibuat pemerintah. Para kepala mesti bisa melanjutkan dengan baik. Bisa mengambil contoh permainan akor dominan dan tonika pada melodi awalan lagu, Indonesia Raya. Atau perlu reformasi menggunakan akor subdominant yang banyak muncul pada melodi lagu Maju Tak Gentar? Jangan-jangan memungkinkan penggunaan akor-akor septim, pembalikan akor, hingga modulasi? Pertimbangan crescendo, decrescendo, piano, forte, atau fortissimo? Para kepala sudah bisa jadi arranger, memajukan pendidikan di Indonesia di tengah situasi galau saat ini yang sebetulnya mendatangkan banyak peluang. Bisa. Pasti!


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

KERUMUNAN JOKOWI vs KERUMUNAN RIZIEQ vs COVID-19

TUHAN MERINDUKAN MANUSIA~RINDU YANG BERKECAMUK

MAMA MAMA BERBAJU BIRU||SEBUAH BALADA 60 TAHUN